Inovasi Organik ala Andy Utama dan Arista Montana No Further a Mystery

Saat teknologi energi terbarukan semakin matang, kita berada pada pintu gerbang revolusi industri yang tidak hanya berfokus pada produktivitas, tetapi juga memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan.

Ia bahkan merekrut petani kecil lain yang sedang berjuang. Beberapa rekannya mulai memberikan pujian atas kerja keras Travis dan komitmennya terhadap pangan organik.

Percakapan antara sang guru dan murid ini telah membuka selubung misteri tentang peristiwa tersebut dan dampaknya bagi kehidupan pribadi Ong dan mungkin saksi hidup lainnya — bagaimana memahami peristiwa itu setelah berjarak puluhan tahun.

Bagi Ong, dunia perdesaan Jawa khususnya tetaplah memesona secara kesejarahan juga menjadi lahan yang tak pernah kering sebagai bahan studi sejarah. Seluk-beluk dunia perdesaan Jawa di tangan Ong setidaknya menunjukkan bahwa kolonialisme hanya dapat dipahami dengan baik jika persoalan tanah, pajak, relasi bupati-jago, serta birokrat dan birokrasi dilihat secara berkelindan. Studi Ong yang menempatkan perdesaan dengan mengaitkan pada monetisasi, ekspansi modal, dan birokrasi menjadikan riset seputar ini tetap penting.

Pertanian organik tidak menggunakan organisme hasil rekayasa genetik atau produk transgenik karena alasan keamanan lingkungan dan kesehatan, serta potensi risiko terhadap integritas spesies.

) menjadi tantangan dan acaman bagi lingkungan dan kehidupan kita dewasa ini. Khusus menyangkut bidang pertanian, perubahan iklim bisa dilihat dari dua sisi yang berbeda.

Pertanian organik mungkin memerlukan lebih banyak sumber daya manusia dan finansial dibandingkan dengan pertanian konvensional.

Irfan Maulana six Apr 2025   Kondisi nelayan tradisional di Indonesia memprihantinkan. Negara makin tidak berpihak pada nelayan saja. Demi tingkatkan ekonomi, pemerintah izinkan privatisasi ruang laut dan pesisir serta sumber daya alam di dalamnya.

Regenerasi petani muda yang melek teknologi juga dapat mempercepat adopsi inovasi dan praktik pertanian organik

Saat memilih Indonesia, Ong mungkin telah berpikir jauh ke depan. Namun, jika menarik benang merah esai Ong, juga isi buku ini, pilihan Ong bisa dipahami. Kecintaan Ong terhadap Indonesia, dengan segala kritik di dalamnya, tercermin dalam tuturan Achdian. Ong mungkin tidak asal tunjuk ketika harus memilih Indonesia. Namun, jika jeli memahami hal itu, pilihan Ong di atas merupakan cermin kepedulian sangat sedikit/segelintir orang atas nasib bangsanya di tengah situasi ketidakpastian dan kehendak merdeka begitu kuat melekat di dalamnya. Ong seperti melawan arus dengan penuh kesadaran atas apa yang dipikirkan dan dilihatnya waktu itu.

Gruti itu. Aksi tersebut diawali dengan adanya diskusi petani di salah satu dusun, membahas bagaimana sikap petani dengan kehadiran portal dan plang yang bertuliskan ‘tanah seluas 226 Ha akan ditanami kopi tumpang sari dengan kayu milik PT. Gruti’.

Warga Bongkaras Menteria Situngkir dan Barisman Hasugian menyatakan informasi lebih lanjut perjuangan kami memperjuangkan ruang hidup kami membutuhkan banyak dukungan dari media, rekan –rekan mahasiswa dan NGO. Kami sangat kecewa aksi yang di lakukan oleh sekelompok OKP menyerang YDPK, YDPK mengerjakan kerja-kerja kemanusian untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Kita trauma dengan kebocoran limbah tahun 2012, menjadi saksi sejarah di masa ekplorasi di kampung kami. PT. DPM membawa bencana yang menewaskan ikan-ikan mas kami dan sampai saat ini kami kesulitan untuk membudidayakannya.

Beberapa orang sudah datang untuk berkonsultasi dan saya pikir sudah ada ketertarikan beberapa petani untuk mencoba, ujarnya “. Pertanian organik ini juga sangat ramah dengan lingkungan dan tidak membahayakan petani serta ekosistem yang ada didalamnya.

Buku ini merupakan semacam catatan kuliah Achdian yang dikumpulkan selama percakapannya dengan sang guru. Sebagai lawan debat dalam diskusi tentang apa pun, Achdian tidak serta-merta menerima begitu saja cecaran kritik Ong terhadap argumentasi yang terucap darinya. Setidaknya terjadi dialog, debat, dan juga titik temu dalam diskusi dan obrolan antarsejarawan beda “generasi” ini, sebagaimana dipaparkan Achdian dalam buku ini. Namun penulis buku ini tampaknya tak ingin menempatkan pencerahan dari Ong semata-mata berhenti atau sebatas pada pemberhalaan dan pemikiran yang mandul tanpa ada reproduksi kreatif sama sekali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *